Cerita Anak Silau Jawa yang Menginspirasi [bagian 3]

Kembali ke Pangkalan

“Mulak ma ho tu kappung ( pulang aja kau ke kampung )”, kata ayah setelah hampir 3 bulan aku di Lahat & Palembang, selama itu juga mamote ( mangan, modom, marte ) di sana. Kecewa ? tidak juga, karena ini pengalaman pertama merantau ke negeri orang. Banyak berjalan banyak dilihat, banyak dirasa banyak juga yang jadi cerita.

Akhirnya pulang jugalah anak panggoaran ini ke Silau Jawa, rasa rinduku sama omakku melebihi apapun.
“Ai toho doho na sakit jantung sehingga dang lulus na ujian tentara I ? ( yang betul nya kau sakit jantung sehingga tak lulus kau yag tes tentara itu ?) “, kata omakku merasa khawatir.
“Daong omak, e sona soppat dape ujian, baru tes administrasi nung nga gagal ( tidak omak, belum sempat nya ujian, masih tes berkas sduadah gagal )” jawabku meyakinkan omakku yg luar biasa ini.
“Bahh, e nadia do da, I do na ni bege, ba syukur ma molo songoni ( bah, yg mana nya, itu nya yang kami dengar, syukurlah kalau begitu )” wajah omak terlihat senang mendengar jawabku
 “Ba hujuma ma hita sogot ( kalau begitu keladanglah kita besok ) ” lanjut omak
“Siapp omak, aman mai” kataku membayangkan kembali “marhutti” tandan berduri dari napa ( lembah ) sungai marsuksang.

“Nga naeng pingsan hulala omak, so sundat payah huttion, nga makkin bolon bua ni sawit on (sudah mau pingsan kurasa mak, payah pula dijunjung, sudah makin besar buah sawit ini )” kataku mulai mengeluh setelah beberapa “trip” turun naik membawa kelapa sawit yg baru dipanen dari napa ( lembah ) sungai marsuksang, masa itu belum ada jalan mobil langsir turun ke bawah, akhirnya buah sawit itu dimasukkan ke dalam goni lalu dipikul atau dijunjung ke tempat yang bisa masuk motor langsir ( motor kombet istilah kami di kampung, berupa mobil toyota hardtop di rombak sedemikian rupa sehingga bisa mengangkat kelapa sawit yang akan dibawa ke tempat toke sawit ).

“Marsuppa do au omak, sotung ditaon gelleng hu songon na hutaon on sahalion ( aku bersumpah mak, jangan sampai dialami anakku yang kualami ini nanti)” kataku separoh kesal karena kelelahan yg memikul sawit ini sembari membersihkan luka yg berdarah di bahu karena kena duri sawit.

“Sai I bege tondim ma I amang ( Kiranya didengar jiwamu lah itu anakkku )” jawab omakku singkat, kami pun bergegas untuk trip berikutnya, karena masih ada sawit yg sudah dipanen ayah di napa sungai marsuksang.

Setelah selesai, kami pun pulang memanggil motor langsir dengan lelah yang luar biasa namun tetap senang karena jerih payah sore ini akan jadi rupiah, “syukur-syukur dibagi mamak aku duit, atau jangan-jangan habis untuk mengangsur utang sama toke” gumamku dalam hati.

Sambil merenung , berkata – kata dalam hati “besok seperti apa lagi yg dijalani, mau jadi apa aku di kampung ini ?”.

Bersambung lagi ya guys..🙏

Comments

Popular posts from this blog

Persyaratan Prmbuatan SKCK oleh POLRES ASAHAN KISARAN

Proses masuk islam dan syaratnya orang bisu (dipersulit)

Panduan Memakai ATM BCA Gojek dan Bedanya Dengan ATM BCA Biasa