PERNIKAHAN_GADIS_BUTA

#PERNIKAHAN_GADIS_BUTA



Aku terbangun karena Araska menjatuhkan sesuatu di lantai. Bunyinya serupa gelas pecah. Badanku sudah mengeluarkan keringat dan tidak sedingin beberapa jam yang lalu. Obat penurun panas yang diberikan Desmi melakukan tugasnya dengan sangat baik. Kusibak selimut dan duduk di tepi ranjang. Dapat kurasakan bau parfum Araska menguar memenuhi seisi kamar. Barangkali dia tengah bersiap-siap untuk menghadiri rapat penting yang dibicarakannya semalam.

“Jangan turun dulu, kaca-kaca ini bisa melukaimu. Tetaplah di sana sampai seseorang datang membersihkan kamar ini.”

Aku tercenung mendengar apa yang baru saja Araska ucapkan. Ada setitik bahagia menyelinap diam-diam ke dalam rongga dada. Tumben bunglon ini memperhatikan keselamatanku.

“Apakah kau akan pulang cepat malam ini? ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

“Jangan menunggu. Aku punya janji dengan seseorang.”

“Apakah seseorang itu, Mika?”

“Jangan ikut campur terlalu dalam dengan urusan pribadiku, Dezia. Ingat perjanjian kita.”

Aku kembali diam. Kalimat yang telah tersusun rapi di benak urung kuungkapkan. Araska memang berbeda. Dia bisa bersikap ramah dan ketus dalam satu waktu. Apakah dia pengidap bipolar? Tiba-tiba pikiran liarku bergerilya. Ah, Pasti tidak begitu dan sikapnya yang begini hanya berlaku untukku saja. Devid bilang dia adalah sahabat yang hangat. Hatiku pun membenarkan hal itu saat melihat caranya bersikap pada Mika dan Ilona.

Hanya padaku, ya padaku dia kerap berubah. Mungkin saja perjodohan tak lazim ini membebaninya. Dan sikap buruknya ini adalah bentuk pembalasan atas kesediaanku menerimanya sebagai suami. Padahal dulu ia berharap aku sadar diri dan menolak mentah-mentah rencana ini hingga kakek Muhtar tidak punya alasan meneruskan perjodohan. 

“Araska … kurasa Desmi yang mendorongku malam itu. Aku tahu itu dari parfum yang ia pakai. Aku hafal betul baunya.”

Setengah berteriak aku pada Araska. Ia menutup kembali pintu yang tadinya sudah terbuka. Lalu berdiri di sana agak lama.  Sampai beberapa detik setelahnya tak ada suara. Keheningan menyergap kamar ini. Aku sedikit lega karena ia mendengarkan dan peduli. Pikirku tadi ia hanya akan berlalu saja dan menganggap berita yang kusampaikan adalah sebuah hal yang sama sekali tidak penting untuknya.

“Jangan mengada-ngada. Semua asisten di rumah ini sudah melalui penyaringan yang ketat sebelum bekerja,” ujar Araska dengan nada yang biasa-biasa saja. Aku bersyukur dia tidak marah atau berteriak.

“Tapi … aku yakin di orangnya, Araska. Percayalah.”

“Untuk apa dia mengerjaimu sedemikian rupa?”

“Aku ga tahu. Tapi dapat kupastikan sepasang tangan itu miliknya. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya melakukan itu, dan aku akan mencari tahu.”

 Araska pergi begitu saja meninggalkanku dengan sejuta Tanya yang berkecamuk di dada. Salahku yang ingin ia terlalu peduli tentang masalah ini. Harapku kelewat tinggi, namun kenyataan menjatuhkanku berkali-kali. Mimpi akan pernikahan impian bak Cinderella ternyata hanya isapan jempol belaka. Seringkali ekspektasi tak sejalan dengan realita. Dan … inilah yang kualami kini. Terjebak dalam cinta sepihak pada Araska. 

Beberapa hari sebelum menjadi Nyonya Araska aku sempat ingin mundur dan menggagalkan semuanya. Akan tetapi permintaan tulus Kakek Muhtar membuatku tak bisa lari. Terlebih kami butuh semua yang mereka janjikan. Donor mata dan biaya tindakan medis, juga sejumlah uang untuk kuliah. Sayangnya Kakek Muhtar tak dapat memberikan hal itu secara cuma-cuma. Aku tetap harus menikah dengan Araska sebagai perwujudan janji Kakek dengan sahabatnya.  Yang lelaki tua itu inginkan, aku benar-benar menjadi keluarganya dan melahirkan cucu yang banyak. Impian itu serupa dengan yang selalu ibu doakan.

Ada sedih menjalar dalam urat nadi ketika terkenang ibu. Menjalani nikah kontrak dengan lelaki asing lalu kehilangan untuk selamanya masih menjadi beban untuknya hingga kini. Katanya, setiap melihatku ia teringat lelaki itu. Lelaki yang sejak pergi tak pernah ada kabar lagi. Lelaki yang ia harap suatu saat nanti datang menemui putrinya yang buta. Ibu selalu merasa bersalah padaku. Berjuta-juta doa telah ia langitkan, agar Tuhan berkenan mempertemukan kami nanti. Bukan untuk ibu namun demi aku.

Mungkin salah ibu yang tidak meminum pil KB ketika masih menjadi istri lelaki asing itu. Perjanjian yang telah ditera di atas kertas ibu langgar demi mendapatkan benih dari ayah. Padahal, salah satu pasal di sana jelas-jelas memuat bahwa tidak boleh ada darah daging dalam hubungan sementara mereka, meski pernikahan itu sah secara agama dan lelaki itu bersyahadat sebelumnya.

Kini aku dan Ruhi hanya menunggu balasan email dan inbox dari lelaki itu. Meski sudah dua tahun berlalu, harapan itu belum berwujud nyata. Tak apa, semoga pertemuanku dan ayah telah tertulis dalam kitab nasib. Dan aku bisa berjumpa dengannya sekadar ingin memberitahu bahwa aku ada. Ruhi, gadis itu dengan kepintarannya selalu melakukan hal-hal yang tak terduga. Setelah berbulan-bulan mencari akhirnya ia berhasil menemukan media sosial dan alamat email ayah, meski akun-akun itu sepertinya sudah tidak digunakan lagi.

**Mande_Hanifah**

Aku baru saja melahap habis mie kuah ikan—menu sarapan—pagi ini. Ini kali pertama aku mencicipi salah satu makanan khas Bangka Belitung. Lidah Minangku belum terlalu terbiasa. Meski makanan ini terasa sangat nikmat. Parahnya, aku berkali-kali gagal menangkap mie dalam mangkok itu meski sudah menggunakan garpu. Ia bertebaran di meja sebelum sampai di mulutku dan menyisakan sedikit kuah untuk kuhirup. Aku hampir saja menyerah dan memanggil Desmi.


Seseorang memotong mie itu kecil-kecil dan meletakkannya di atas sendok, hingga aku bisa memakannya dengan mudah. Setiap kali aku menceburkan sendok ke mangkok berkuah ia memindahkan mie yang telah dikerat itu. Dia Devid, selalu datang di saat yang tepat. Entah ada urusan apa dia pagi ini menemuiku. Yang pasti, katanya izin dari Araska telah ia kantongi hingga berani menemuiku seorang diri.

“Aku punya kejutan untukmu,” katanya setelah semua mie dalam mangkok, tandas.

“Apakah itu dari Araska?” Aku merasa bersemangat.

“Ini dariku. Kulihat kau belum memiliki ponsel. Kebetulan salah satu kenalan baru saja kembali dari Singapura dan aku minta tolong dibelikan ponsel khusus ini.”

Sedikit kecewa karena semua itu inisiatif Devid. Aku masih berharap Araska yang meminta Devid melakukannya.

“Ponsel ini bisa mengganti tulisan menjadi suara. Jadi jika aku mengirim pesan untukmu dia akan mengeluarkan bunyi seolah kita sedang berbicara. Kau juga bisa mendengarkan berita-berita, bermain sosial media dan melakukan hal lainnya. Aku juga sudah mendownload beberapa aplikasi yang akan memudahkanmu. Salah satunya aplikasi yang bisa mengenali benda-benda di sekitarmu termasuk memberitahu nilai mata uang. Kau cukup menempelkannya di sini.”

Ia memberikan ponsel itu padaku. Aku merabanya dengan seksama. Sebenarnya dulu aku punya ponsel seperti ini, hanya saja benda itu rusak Karena tak sengaja tercebur ke dalam air. Akan tetapi punyaku tentu tidak secanggih yang ini.

“Aku sudah memasukkan nomorku di sana. Kau tinggal menyentuh tombol yang ini jika ingin terhubung denganku.”

Dengan penuh kesabaran Devid mengajariku menggunakan ponsel canggih itu. Ia begitu lembut dan bersahabat. Tidak seperti Araska yang gampang sekali meledak. Aku yakin ia tak akan betah mengajariku berlama-lama. Baginya itu hanya buang-buang waktu. Ia lebih baik berjibaku dengan dokumen-dokumen penting perusahaan dan memeriksanya satu persatu.

“Baiklah … Dezia. Kau sudah mahir malakukannya,” ujar Devid setelah beberapa kali kami melakukan tutorial.

 “Hubungi aku sesering yang kau mau. Jangan takut pada Araska. Dia kenal betul siapa aku. Lagian dia juga tak akan cemburu, bukan?” Aku menelan ludah setelah kalimat Devid terucap sempurna. Laki-laki ini tahu banyak hal tentang hubunganku dengan Araska, dan itu membuatku jengah.

Cemburu? Ah tentu saja tidak. Aku tidak memiliki arti apa-apa bagi Araska, mustahil ia akan cemburu jika aku dan Devid menjadi sahabat dekat.

“Baiklah aku akan kembali bekerja, besok hari minggu aku akan menjemputmu dan kita pergi ke suatu tempat yang pasti kau suka. Araska akan menemani Mika diwisuda S2 jadi kau tak usah khawatir ia akan marah.”

Aku mengantar Devid sampai di pintu depan. Beberapa saat setelah deru mobilnya menghilang, ponselku bordering dan aku segera mengangkatnya. Devid mengujiku lagi, memastikan aku bisa menggunakan benda ini dengan baik. Ia lupa bahwa aku cepat sekali belajar. Andai nanti mataku sudah bisa melihat kembali, kupastikan ia akan terkagum-kagum pada hal-hal yang bisa kulakukan.

“baiklah Dezia, kau bisa istirahat sekarang. Sampai bertemu hari minggu.”

**Mande_Hanifah**

Aku terbangun karena merasa sangat lapar. Salahku  menolak makan malam yang disiapkan Desmi lepas magrib tadi. Niatnya aku ingin menunggu Araska dan makan bersama. Akan tetapi, sampai jam menunjukkan pukul sebelas, dia belum menampakkan batang hidungnya.

Aku keluar kamar dengan bertelanjang kaki. Sandal rumah yang biasa kupakai, basah karena aku tak sengaja membawanya ke kamar mandi dan salah memencet tombol keran air. Sandal berbulu itu kuyup seluruhnya. Sementara yang satunya tak kutemukan di rak biasa. Kali ini aku beranikan diri mengandalkan rabaan dan insting. Tongkat lipat sengaja tak kugunakan. Aku ingin menguji diri sejauh mana aku mengenali rumah ini.

Kaki berhenti melangkah ketika aku sampai di panel yang memisahkan dapur dan ruang keluarga. Dari tempatku berdiri bisa kudengar Araska sedang berbicara dengan seorang wanita. Dari suaranya, aku tak bisa menyangkal lagi, itu Desmi. Sebenarnya aku tak berniat menguping seperti ini, namun mendengar namaku disebut-sebut membuat jiwa kekepoanku meronta-ronta.

“Lain kali jangan ceroboh … kau bisa megacaukan segalanya. Paham.” Samar-samar kudengar suara Araska.

“Iya … Tuan. Saya paham.”

Lalu hening. Kudengar suara langkah kaki menjauh. Mungkin Desmi telah pergi dan Araska masih di sana. Otakku masih mencerna kata-kata terakhir yang diucapkan Araska.  Mengacaukan segalanya? Apakah itu semua rencana Araska. Ya Tuhan … aku menjadi curiga dan menerka-nerka.

BERSAMBUNG YA, GAES. SHARE, LAIK DAN KOMEN DULU YA.

PART SEBELUMNYA 👇👇👇👇

https://m.facebook.com/groups/488655531196343?view=permalink&id=3364591330269401

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Persyaratan Prmbuatan SKCK oleh POLRES ASAHAN KISARAN

Proses masuk islam dan syaratnya orang bisu (dipersulit)

Panduan Memakai ATM BCA Gojek dan Bedanya Dengan ATM BCA Biasa