Cerita Anak Silau Jawa yang Menginspirasi [bagian 1]



Bercerita...

Tahun 1998, ketika semangat reformasi sedang bergelora diseluruh pelosok negeri, pada saat itu pula aku dan teman2 yg lulus seangkatan menyelesaikan sekolah dari SMU Negeri 1 Kisaran, walau ada banyak juga teman2 yg kabarnya tidak lulus, yg sampai hari ini aku tidak tahu pasti berapa jumlahnya, kabarnya puluhan.

Bukan karena mereka tidak mampu, tapi banyak faktor barangkali, salah satu, kami adalah kelinci percobaan tahun kedua yg lembar jawaban ujian menggunakan pensil 2B, yg katanya hasil ujian kami diperiksa pakai komputer.

Alhamdulillah aku lulus, dari kelas IPS, dengan Nilai Evaluasi Murni (NEM) yg lumayanlah pada saat itu. Senang, sudah pasti, paling tidak ayah sama omak tak lagi perlu mengirim uang sekolah + uang kos.

Corat coret baju, iyaa, padahal baju seragam putih itu paling kusayang, karena walaupun kucuci sekali seminggu warnanya putih bersih, kukira karena jenis kainnya bagus barangkali, aku tak tahu itu, tapi itulah yg dibeli mamak.

Puncak acara corat coret berakhir di Lapangan Golf Bunut, duduk-duduk disana bersama teman2 sampai sore baru pulang, siswa dari sekolah lain juga banyak yg disana. Sekarang ini kalau aku olah raga disitu, teringat kembali akan masa2 sekolah.

Setamat sekolah itu bingung mau kemana, karena tidak ada rencana mau kuliah dimana, hanya terngiang pesan Bu Banjarnahor, guru Tata Negara, beliau pernah bilang, "Syahlun, kamu kuliah ke universitas Padjajaran aja, ambil jurusan hubungan internasional, sepertinya kamu cocok disitu". Pada saat itu hanya kujawab singkat " baik Bu, nanti saya sampaikan ke ayah dan ibu saya di kampung ", sambil pergi aku berfikir "apa mampu orang tuaku mengkuliahkan aku ke universitas yg dibilang ibu ini ".

Ketika pulang ke kampung, yg kata orang kampung ku itu kampung keramat, "ditungguin melarat ditinggal teringat - ingat" 😬. Tapi aku banggga menjadi anak Silau Jawa, dahulu namanya Silau Djawa, dahulu lagi Silo Jawa disebut juga Djawa Sipinggan, karena dari cerita Oppung dan keluargaku, keluarga besar Sirait, bahwa nenek moyangku dulu yg membuka kampung itu, beliau dulu Raja, istrinya Boru Sidabutar, Boru ni Raja Tomok. Memang dari silsilah keluarga atau "tarombo" istilah kami, ada memang nama salah satu oppungku, Op. Silo Djawa.

Pada saat pulang kampung itu, kubilanglah sama ayahku, "kata guruku ayah, aku kalau mau kuliah di Universitas Padjajaran, di Bandung ayah".

Ayah pun terdiam sejenak, lalu dia jawab, " boi do ho tusikolahon tu si, ala dang sikkola be adekmu na lima on " ( bisa nya kau kukuliahkan di situ, tapi tak sekolah lagi adekmu yg lima ini ) ".

Tak lama langsung kujawab, "sudah lah kalau begitu ayah, biarlah aku tak kuliah, asal adek2 tetap bisa sekolah", kataku mengalah, sambil pergi tak tau entah kemana..

Bersambung...

Comments

Popular posts from this blog

Persyaratan Prmbuatan SKCK oleh POLRES ASAHAN KISARAN

Proses masuk islam dan syaratnya orang bisu (dipersulit)

Panduan Memakai ATM BCA Gojek dan Bedanya Dengan ATM BCA Biasa